Sabtu, 04 Juli 2009

PERGERAKAN MAHASISWA KRISIS IDEOLOGI

Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa FKIP pada Senin 8 Juni kemarin dipicu oleh pernyataan dekan FKIP empat hari sebelumnya dalam sebuah seminar terbuka. Pernyataan dekan tersebut dinilai melecehkan nilai pergerakan mahasiswa dan dianggap sebagai upaya pembunuhan karakter. Judet, mahasiswa Pendidikan Pisikologi yang menjadi korlap menegaskan bahwa apa yang dikatakan H. Barlian sangat tidak layak diungkapkan oleh seorang pendidik seperti beliau. Beliau sama sekali tidak punya dasar hanya karena melihat yang lain berdemonstrasi lantas menggeneralisir pergerakan. Kata siapa mahasiswa tong kosong nyaring bunyinya. Kami tersinggung. Kami merasa intelektualitas kami diragukan dan itu berarti, bahwa beliau sama sekali tidak paham tentang pergerakan mahasiswa.

Hal senada diungkapkan oleh Ld. Zumail, mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, dia menegaskan bahwa saya tidak akan pernah menerima pernyataan dekan yang mengatakan bahwa pergerakan mahasiswa tidak punya konsep. Kami sangat menyayangkannya, padahal beliau juga dulu ketika mahasiswa adalah aktivis. Yang lebih kami sesalkan adalah pernyataan tersebut diungkapkan di sebuah forum seminar pendidikan.

Hal lain yang disorot oleh Judet dan kawan-kawan adalah sertifikasi guru. Ada semacam ekslusifitas terhadap mereka dan menyebabkan mahasiswa reguler diabaikan ketika guru yang disertifikasi datang. Hal ini menimbulkan kecemburuan dan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh karena tidak ada pemisahan yang jelas secara administratif tentang kulifikasi dan reguler. Tumpang tindih penggunaan ATK, ruangan dan seterusnya. Serta yang paling parah adalah dosen lebih memilih mengajar di sertifikasi dengan upah menggiurkan ketimbang mengajar pada mahasiswa reguler, padahal itu tugas pokok yang tidak boleh diabaikan.

Menyinggung soal Akta IV, judet dan mail menambahkan bahwa FKIP telah mengambil kebijakan yang keliru dan semacam ada upaya pembiaran agar mahasiswanya menjadi pengangguran. Buktinya pada mahasiswa non-kependidikan dibukakan ruang agar memperoleh akta padahal itu hanya sesaat, sementara kita (mahasiswa FKIP, red.) memprogramkan dan praktekannya bertahun-tahun. Ini tidak boleh dibiarkan.

Ketika kami mengkonfirmasi Dekan FKIP dalam suasana diskusi santai dengan mahasiswa di pelataran dekanat, beliau menegaskan bahwa mereka salah tanggap dengan maksud yang ingin saya sampaikan. Beliau menyatakan bahwa sangat salut dengan pergerakan mahasiswa dan beliau mengakui bahwa pada mahasiswalah agen of change sebuah dinamika sosial. Tentang pernyataan saya bahwa mereka tidak punya konsep, itu harus dimaknai sebagai keinginan besar saya kepada mahasiswa agar mereka memiliki desain konsep dalam sebuah pergerakan. Saat ini saya sedang meneliti tentang pergerakan mahasiswa dan apa yang saya nyatakan adalah kutipan saya dalam bukunya Hermawan Sulistiyo yang berjudul LAWAN!, pada hal. 157 yang menyatakan bahwa karakteristik mencolok lainnya dari mahasiswa pro-reformasi, jika dibandingkan dengan gerakan mahasiswa sebelumnya ialah kurang atau tidak adanya ”ideologi”. Inilah yang saya kutip, dan jika mereka tersinggung dengan pernyataan saya itu karena mereka tidak membaca buku ini secara tuntas, atau memang belum membacanya sama sekali.

Menyinggung tentang pot bunga yang dibakar di depan fakultas, beliau mengatakan bahwa saya kira mereka ingin memperbaiki tapi nyatanya mereka merusak. Saya tidak tahu gerakan seperti ini apa namanya. (TAR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar