Sabtu, 04 Juli 2009

Belajar Kami Adalah Bermain, Bermain Kami Adalah Belajar

Judul buku : Sang Pelopor
Pengarang : Alang-Alang Timur (nama pena)
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : Pertama 2008
Jumlah Halaman : 354 halaman

Anda harus membacanya. Sungguh luar biasa. Ini tentang dunia anak-anak dan dunia pendidikan. Suatu kisah yang menawarkan tentang problem pendidikan yang dimulai dari bangku kanak-kanak. Berlatarkan kampung sawah, di desa Nengahan. Sebuah desa terpencil di Klaten, Jawa Tengah tempat alam mendidik dan menawarkan sejuta harapan.

Di bangku pendidikan, pernahkah anda mengalami ketegangan, ketakutan dan kejenuhan? Atau suatu ketidaksukaan pada mata pelajaran tertentu? Mungkin saja Anda masih menemui bangku pendidikan kita sekarang, di mana anak-anak tidak suka pada mata pelajaran tertentu karena takut pada gurunya. Sekolah menjadi penjara bagi anak didik yang terus didatangi hanya karena tuntutan orang tua. Bila bel sekolah berbunyi, pertanda kepulangan bagi siswa. Maka semua siswa akan berteriak merdeka terlepas dari kejenuhan. Inikah bangku pendidikan?
Bila anda ingin menjadi seorang pendidik, novel Sang Pelopor kiranya bisa menjadi cermin pendidikan yang menakutkan itu. Anda harus tersenyum pada kesalahan siswa bukan dengan menjewer telinga atau memaki. Inilah kisah dalam Sang Pelopor. Sebuah kisah yang menyorot pendidikan di bangku SD.

Sebuah kisah kesuksesan empat sekawan anak Kampung Sawah yang memilih pindah dari sekolah yang menjadi penjara yang menjenuhkan. Awalnya, Sultan tidak ingin ke sekolah karena ketakutan pada gurunya. Sebulan kemudian, Dia dikeluarkan dari sekolah dengan berbagai pertimbangan. Empat sekawan tetap memilih untuk bersama. mereka kemudian pindah ke Madrasah, sebuah sekolah yang sebenarnya tidak menjadi pilihan tetapi hanya sekolah itu yang mau menerima mereka. Sekolah inilah yang mengajarkan kebajikan. Di Madrasahlah mereka akhirnya mengenal “… belajar kami adalah bermain, bermain kami adalah belajar…” ( hal : 352). Bangku pendidikan tetap ditempuh tanpa merampas masa anak-anak. “… rasanya setiap hari kami bermain di sekolah ini. Semua mata pelajaran diajarkan dengan permainan….” (hal: 53). Di Madrasah pulalah diperkenalkan akan cita-cita dan tujuan mereka sekolah sekaligus menjadi cerminan peserta didik “…tujuan kalian sekolah di Madrasah apakah karena teman, berharap mendapat ijazah dengan angka-angka pada setiap bidang studi? Kalau motivasi kalian hanya sebatas itu maka kalian orang yang salah dan kalah. Sebab kalian tertipu oleh pandangan angka-angka bukan kebajikan diri. Sekolah belum dianggap berhasil kalau hanya mampu melahirkan orang-orang pintar, tapi pandai menipu.” (hal : 80-81)

Tidak hanya empat sekawan. Lewat bimbingan belajar adalah bermain dan bermain adalah belajar di sekolah Madrasah, mereka kemudian mulai mengenal teman yang lainnya lebih dekat bahkan sebagai saudara. Buku ini tidak hanya menyuguhkan persahabatan yang menjadi saudara, tapi perlahan-lahan mengantar pembaca untuk mengikuti suatu motivasi Sultan hingga sukses membuat berbagai percobaan listrik yang mampu menerangi Kampung Sawah di Desa Negahan. Cita- cita yang luar biasa dan mulia.

Suatu kisah yang menarik untuk terus maju. Percobaan demi percobaan dilakukan Sultan berkali-kali pula mengalami kegagalan. Inilah motivasi yang menarik ketika berkali-kali mengalami kegagalan. Bangkitnya Sultan dari kegagalan menjadi motivasi bagi yang lainnya untuk mau membuat berbagai percobaan. Semua mengalami kegagalan yang berbeda, namun berkat bimbingan dan motivasi dari guru yang bijak pula mereka pun pantang menyerah. “Bukan. Bukan kegagalan, melainkan kebelumsempurnaan yang suatu saat nanti pasti terbayar oleh keberhasilan.” (Hal : 316)

Buku ini tidak hanya akan mengingatkan anda tentang bangku pendidikan di masa lalu, tapi kemudian anda akan diajak membayangkan bagaimanakah bangku pendidikan seterusnya. Bagaimana cara mengajar yang bijak. Pengajar yang mampu membangkitkan motivasi yang memulai dari kecintaan siswa pada pelajaran.

Novel Sang Pelopor buku pertama trilogi (Titian Sang Penerus dan Jejak Sang Perintis) ini adalah ajakan dan ajaran tentang sekolah yang semestinya mengimbangi antara teori-teori dan akhlak yang baik untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. (Patadungan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar